Masyarakat 5.0, Masa Depan Nyata
Baru-baru ini viral mengenai video siswi Jepang yang tinggal di pedesaan, namun hidup dengan kecanggihan teknologi masa depan. Pedesaan identik dengan suasana tradisional.
Bagaimana hal ini bisa terjadi di Jepang?
Dalam video tersebut digambarkan sang siswi menerima paket sepatu dari sebuah drone. Sebelum berangkat sekolah, ia bertanya pada kulkas pintar mengenai menu sarapan. Hingga sebuah kotak kecil putih me-peringatkan-nya untuk berangkat sekolah karena telat.
Lewat kotak putih yang terhubung internet itu, ia memesan roti yang akan diambil di supermarket dekat halte bus. Ia segera berangkat menuju halte. Di supermarket, ia membayar roti dengan cloud accounting. Tak hanya itu, ia bertemu teman sekolah di halte, lalu berangkat dengan bus otomatis.
Video tersebut merupakan gambaran ringkas mengenai konsep Society 5.0 atau Masyarakat 5.0. Konsep ini di-kenal-kan oleh artikel milik Mayumi Fukuyama pada laman Japan Economic Foundation.
Tujuan penerapan ini adalah untuk mewujudkan tempat dimana masyarakat dapat menikmati hidupnya.
"Era ini akan mengubah kebiasaan dan kehidupan dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, finansial, monilitas, infrastruktur, dan-lain-lain," kata Fukuyama dikutip dari laman Kompas.com
Sebelum ada konsep Masyarakat 5.0, manusia melewati beberapa tahapan. Pertama masyarakat pemburu digunakan untuk menyebut generasi 1.0, masyarakat pertanian digunakan untuk menyebut masyarakat 2.0, masyarakat industri digunakan untuk menyebut generasi 3.0, dan masyarakat informasi digunakan untuk menyebut generasi 4.0.
Konsep Masyarakat 5.0 sangat erat dengan teknologi IoT (Internet of Things), robotika, artificial intelligence atau kecerdasan buatan, dan data besar. Teknologi ini bisa diterapkan di berbagai bidang kehidupan manusia.
Contohnya mendeteksi tempat-tempat yang membutuhkan perawatan, sehingga dapat dilakukan lebih awal. Dengan menerapkan hal ini, berbagai kecelakaan dapat di-minimalisasi. Waktu yang dihabiskan di proyek-proyek konstruksi juga dapat dikurangi meski pada saat bersamaan, keamanan dan produktivitas pekerja bisa ditingkatkan.
Ada alasan tersendiri mengapa Jepang menggagas masyarakat 5.0. Di negeri bunga sakura itu, berkurangnya populasi dan berdampak pada banyaknya wilayah yang tak lagi memiliki penduduk. Selain itu, negara ini juga mengalami kekurangan tenaga kerja produktif. Bahkan sekitar 26 persen penduduk di Jepang berusia di atas 65 tahun. Untuk itu, kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan dengan Jepang dengan berbagai inovasi-nya.
Dalam ajang World Economic Forum (WEF), Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe menjelaskan visinya mengenai masyarakat 5.0. Dia mengatakan pentingnya masyarakat yang didorong oleh data tanpa batas dan pengelolaan data di seluruh dunia untuk meningkatkan pertumbuhan pada masa depan.
"Di masyarakat 5.0, bukan lagi modal, namun data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan antara yang kaya dan kurang beruntung," ujar Abe.
"Di masyarakat 5.0, bukan lagi modal, namun data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan antara yang kaya dan kurang beruntung," ujar Abe.
Oleh karena itu masyarakat 5.0 akan semakin mudah mengakses pekerjaannya dan penduduk Jepang sendiri pun masih bisa hidup dengan mapan tanpa membuang harta, mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain, bekerja keras meskipun negaranya sudah menciptakan teknologi yang canggih dan bagus.
Tidak ada komentar