(homesick) Jangan Rindu Masakan Ibu Berat Kamu Ga' Akan Kuat Sumpah Deh
Gejala homesick alias perasaan super kangen sama kampung halaman identik banget sama kaum perantau. Ciri-ciri homesick sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasa menderita akibat terpisah dari lingkungan rumah, orang tua, atau hal-hal yang ada di sekitarnya.
Kerja di perantauan memang bikin rindu sama orangtua, kakak, adik, kakek, nenek, atau siapapun di kampung. Hidup terpisah dari orang yang disayangi di kampung halaman sering bikin perantau galau, gara-gara rindu yang terus membadai saban harinya.
Parahnya lagi, di perantauan sama sekali enggak ada yang dikenal atau teman senasib. Ini mah ngenes banget. Jalan paling rasional menyembuhkan homesick ini adalah pulkam alias pulang kampung alias mudik.
Alibi yang menguatkan be-beres barang terus mudik karena sudah merasa ada gejala homesick. Tandanya tuh suka ngelamun, menyendiri, mau ngapa-ngapain hawanya malas, sampai keseringan tidur sama melihat-lihat foto orang di kampung halaman.
Memang enggak enak jadi kaum homsickers. Daripada gejala makin menjadi-jadi, mending ambil keputusan mudik. Segera puaskan rasa rindu dengan ketemu orang-orang ter-kasihi di kampung halaman.
Ketika tiba di kampung, benar sih homesick langsung hilang. Tapi ketika balik ke perantauan lagi, apakah homesick itu enggak gentayangan lagi?
Terus yang tak kalah penting lagi, pulkam itu kan butuh modal yang enggak sedikit. Duit yang dikeluarkan tak hanya habis untuk ongkos naik kereta api, pesawat, atau taksi doang.
Coba hitung juga biaya beli cemilan, makanan, sampai oleh-oleh buat buah tangan orang di rumah. Kalau rantau di Jakarta tapi mudik ke Bandung atau Bogor mungkin anggarannya tak begitu besar.
Lha, kalau kampung di kota-kota Jawa Tengah, Jawa Timur atau di luar Pulau Jawa, bisa gempor duit yang kesedot buat mudik. Benaran gempor lho. Sejumlah pakar keuangan malah memasukkan anggaran mudik itu tak ubahnya menetapkan anggaran berlibur. Jadi duit yang disiapkan itu adalah kalkulasi dana untuk transportasi, akomodasi, konsumsi, dan pastinya angpao buat orang di rumah.
Kerja di perantauan memang bikin rindu sama orangtua, kakak, adik, kakek, nenek, atau siapapun di kampung. Hidup terpisah dari orang yang disayangi di kampung halaman sering bikin perantau galau, gara-gara rindu yang terus membadai saban harinya.
Parahnya lagi, di perantauan sama sekali enggak ada yang dikenal atau teman senasib. Ini mah ngenes banget. Jalan paling rasional menyembuhkan homesick ini adalah pulkam alias pulang kampung alias mudik.
Alibi yang menguatkan be-beres barang terus mudik karena sudah merasa ada gejala homesick. Tandanya tuh suka ngelamun, menyendiri, mau ngapa-ngapain hawanya malas, sampai keseringan tidur sama melihat-lihat foto orang di kampung halaman.
Memang enggak enak jadi kaum homsickers. Daripada gejala makin menjadi-jadi, mending ambil keputusan mudik. Segera puaskan rasa rindu dengan ketemu orang-orang ter-kasihi di kampung halaman.
Ketika tiba di kampung, benar sih homesick langsung hilang. Tapi ketika balik ke perantauan lagi, apakah homesick itu enggak gentayangan lagi?
Terus yang tak kalah penting lagi, pulkam itu kan butuh modal yang enggak sedikit. Duit yang dikeluarkan tak hanya habis untuk ongkos naik kereta api, pesawat, atau taksi doang.
Coba hitung juga biaya beli cemilan, makanan, sampai oleh-oleh buat buah tangan orang di rumah. Kalau rantau di Jakarta tapi mudik ke Bandung atau Bogor mungkin anggarannya tak begitu besar.
Lha, kalau kampung di kota-kota Jawa Tengah, Jawa Timur atau di luar Pulau Jawa, bisa gempor duit yang kesedot buat mudik. Benaran gempor lho. Sejumlah pakar keuangan malah memasukkan anggaran mudik itu tak ubahnya menetapkan anggaran berlibur. Jadi duit yang disiapkan itu adalah kalkulasi dana untuk transportasi, akomodasi, konsumsi, dan pastinya angpao buat orang di rumah.
Tidak ada komentar